Senin, 15 Juli 2013

BELAJAR DARI PARA PEDAGANG ASONG

Menyaksikan puluhan pedagang asong di sepanjang jalan tol Cileunyi siang kemarin ketika saya berangkat ke Jakarta, serasa melihat parade pejuang keluarga mengatasi kesulitan hidup.  Hidup mereka dan keluarga sangat tergantung dari julah tahu yang laku dalam kardus, sepikulan cilok, sekarung krupuk kulit.  Menjemput rezeki dari satu bus ke bus lain yang terus mengalir, bergerak dari waktu kewaktu.  Mereka terus bergerak sampai batas letih, menghirup harapan yang tipis.  Persis  seperti O2 yang tipis di udara yang dihirupnya.  Ruang udara  didominasi oleh  karbon monoksida yang berasal dari  knalpot mobil bus, angkot, motor yang seolah berlomba mengirimkan polusi pada paru-parunya.

Saya menatap lekat pada wajah-wajah berkeringat, dengan suara-suara berisik menawarkan tahu, dorokdok, cilok, kue onde, air mineral, dan tissue. Mencoba memasuki ruang harapannya yang sederhana, bahwa hari ini harus dapat uang, karena uang adalah satu-satunya instrumen untuk menjalankan hidup, mengurusi istri, anak dan bahkan mungkin ibunya.  Aku masuk terus menerka gambar  hati mereka menemui semangat dan daya juang yang dititipkan oleh sang Khalik pada setiap langkahnya.  Hidup adalah relasi tugas dan peran, antara yang memberi dan diberi, antara yang tugas membangun dan menyediakan bahan bangunan, antara produksen dan konsumen, antara pemikir dan pekerja. Mereka  menjemput rizkinya yang dititipkan pada para penumpang. Sebaliknya saya  dan para penumpang serta para pengguna jalan menerima rezeki makanan dari mereka.  Siapapun jarang yang merencanakan secara detail tentang jenis, jumlah, harga, dan kualitas makanan yang akan dikonsumsinya secara detail, tiba-tiba kehidupan/para pedagang asong itu mengantarkan makanan ke lambung kita.

Di negeri ini struktur ekonomi telah lama jomplang, sebagian kecil konglomerat difasilitasi habis-habisan oleh negara melalui monopoli, HPH, BLBI, soft loan, konsensi tambang, dll sehingga mereka menguasai kue pembangunan terbesar. Di sisi lain sekelompok besar masyarakat yang tidak punya akses pada sumber daya politik, kapital, dan kekuasaan termarginalisasi. mereka berebut bagian kue pembangunan yang porsinya kecil.  Tentu saja strategi apapun, sekeras apapun dalam berusaha, berebut di ruang ekonomi kecil hanya membuat orang saling meratakan kemiskinan.  Kita mengenal bahasa paciwit ciwit lutung, kasihan banget sang lutung, mungkin sudah penuh luka, setiap saat diciwit si kuku tajam perebutan porsi ekonomi kecil oleh sebagian besar masyarakat. Pada pedagang asong, tukang ojek,kuli bangunan, dan buruh tani diantaranya.

Para pedagang asong barangkali tidak pernah berfikir untuk  melakukan survey jumlah mobil yang lewat di Cileunyi, jumlah penumpang potensial, puncak kunjungan, rata-rata selera, kepuasan, dan apalagi merumuskan target pemasaran, membuat cahsflow, analisis persaingan, dan strategi pemasaran agar meraka menjadi pedagang paling laris .  Kalau kita meminta mereka melakukan itu kita akan segera disebut “bodoh, tidak waras, ngada-ngada, aneh-aneh saja”.  Memang kehidupan mereka tidak dimulai dari analisis, mereka dimulai dari bekerja, dan kemudian hidup mengajarinya bagaimana bertahan, barang apa yang laku dijual, dan bagaimana cara menjual, alhasil  mereka tetap bertahan, walaupun dalam tingkat kelayakan hidup yang minimal.

Pada para pedagang asong itu, betapapun mereka sangat terbatas, telah mangajari kita untuk belajar untuk menjalani hidup dengan penuh keberanian walaupun secara analisis sudah sangat kecil peluangnya. Belajar menyisihkan rasa malu, memulai dengan bekerja, tanpa terlalu lama dianalisis tekstual.  Belajar bagaimana mengatasi keterbatasan. Belajar mensyukuri uang kecil dengan senyuman, belajar sabar dan pantang menyerah.  Saatnya kita belajar pada orang-orang kecil, jangan terlalu terpaku pada orang-orang besar.  Ada realitas/figur  lain selain Chairul Tanjung, Surya Paloh, Aburizal Bakeri, Ahmad Heryawan, Dede Yusuf, dan Aceng Fikri, realitas/kehidupan pedagang asong yang seperti remeh temeh tetapi menyimpan pesan besar kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar