Aura PILKADA Garut di akhir masa jabatan Aceng Fikri
makin ramai oleh para balonbup yang mulai ekpose; heboh karena banyak sekali
peminat (menurut beberapa pihak sampai dengan awal Tahun 2013 teridentifikasi
mencapai 50 orang, dan sedikit menggelikan melihat para kontestan kurang siap banyak
yang terlampau memaksakan diri. Hasrat
kekuasaan di Kabupaten Garut tumbuh seperti kecambah di musim hujan,
bermunculan gambar wajah balonbup di pohon-pohon nyaris di setiap penjuru Kabupaten Garut.
Kemuculan “wajah” balonbup di bawah-bawah pohon itu mendapat momentum ketika citra Aceng Fikri yang gembos baik akibat diekspose cinta kilat
di media masa secara berlebihan maupun prestasi yang memble selama masa kepemimpinannya.
Era aceng fikri secara politik sudah tamat, kini warga
Garut mengharap balon bupati baru. Kira-kira berharap muncul jokowi garut,
mungkin saja bernama ahmad, asep, jajang, cecep, dudung, dedeng, dicky kalau
perlu Balonbup naturalisasi (seperti Jakarta yang import dari solo), yang
penting tidak terlalu banyak korupsinya; anteng rumah tangganya; ramah
orangnya; dan dapat memilih kawan yang baik-baik saja, maksudnya kawan
pengusaha yang siap untuk normal-normal saja tidak untung fantastis dengan
mengorbankan fisik bangunan, menggerogoti kualitas jalan, mencuri volume di
proyek kirmir.
Masyarakat Garut dewasa ini disuguhi kenyataan banyaknya
figur yang bermodal wawasan dan kapasitas pas pasan untuk menjadi kepala
daerah. Kita sering tidak habis pikir
melihat banyak sekali orang Garut yang percaya diri berlebihan untuk maju tanpa
konsep dan kepantasan -setidaknya menurut ukuran subyektif saya. Maaf: tidak
layak bahkan untuk jadi ketua RW. Kekuasaan
difahami sebagai kapal keruk kapital, pusaran kebanggaan, dan instrumen untuk
narsis pada tingkat paling TOP. Proses
demokratisasi difahami sebagai sebuah judi kekuasaan melalui peruntungan, dalam
bahasa sunda dikenal dengan kata “susuganan”; “sugan jeung sugan”; “lalamiran”;
“boa-boa”. Utopia kolektif mimpi jadi
bupati dengan modal pengetahuan sekelas RW.
Mungkin saya terlampau subyektif dengan statement
pengetahuan sekelas RW, tapi ada beberapa alasan yang mendukung asumsi
tersebut: pertama, mayoritas Calon hanya memahami birokrasi seperti kebanyakan
orang awam, coba tanyakan kepada para calon itu alasannya ingin jadi bupati,
anda akan mendengar jawaban klise “membangun perubahan”; “ngomean garut”; “dek
kusaha deui lamun lain ku urang”. Pertanyaan berikutnya yang dapat ditanyakan
adalah bagaimana caranya? Pertanyaan anda yang sangat teknis akan dijawab
dengan diplomatis dan politis misalnya: dengan kata-kata “kita benahi birokrasi”,
“kita berantas korupsi”; “ yang penting
keteladanan”, “kita buat program yang
berbasis aspirasi”. Seluruh jawaban itu sama sekali tidak mencerdaskan dan
sekali lagi sangat klise.
Garut membutuhkan bupati yang sangat kuat di level konsep
dan operasional, yang besedia memahami sampai detail, dan dalam kompleksitas
SDM, proses perencanaan sampai dengan pelaporan, wilayah yang luas, SKPD yang
banyak; kepentingan yang tumpang tindih. Sudah seharunya Bupati masa depan
mamanfaatkan ICT. ICT dapat digunakan dalam relasi pemerintah kepada
pemerintah, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan dunia usaha. Ke depan idealnya tidak ada lagi “proposal
dadakan” yang mendistorsi pola dasar pembangunan; Kades yang meninggalkan basis
pembinaan sekedar untuk “mendagangkan” proposal ke DPRD, BAPPEDA, Dinas Teknis;
kita juga tidak ingin saksikan tumpukan kertas laporan sekolah dari ratusan
sekolah di Disdik yang tidak dapat dievaluasi karena banyak volumenya dan data dalam bentuk hard
copy. Setidaknya kita dapat mengutip
prinsip manajemen produktivitas total bahwa, tidak ada data tidak ada yang bisa diukur, tidak ada
yang bisa diukur tidak ada perbaikan. Nah jadi siapapun bupatinya kalau tidak
dapat mereenggeneering proses data menjadi lebih update, relevan, akurat, dan
lengkap. Maka tidak diharapkan ada
perbaikan, akhirnya yang dijadikan ukuran hanya asumsi, mitos, persepsi, dan tentu
saja like and dislike. Jadi mengukur diri, mari belajar lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar